Asa Petani Cokelat Gunung Kidul

“Kenapa tidak membuat cokelat dari biji kakao petani saja?” Demikian pertanyaan petani cokelat di Yogyakarta saat aku Asri Meikawati dan temanku Aria Yuda bertemu mereka pada 2014 lalu dan berkisah mengenai pabrik coklat yang kami buat. Aria Yudha merupakan lulusan Belgia yang melakukan studi tentang cokelat di pusat bisnis coklat dunia, Belgia.

(Pak Edi Supardjono)

Pada akhirnya kami luluh dengan kelompok tani cokelat pimpinan Pak Eddy Supardjono. Kami langsung melakukan pendampingan dan hasilnya kami bisa menolong para petani ini. Setahun  kemudian kami merilis BoenBeans cokelat dengan bahan dari petani. 

(BoenBeans)

Produk kami mulai merambah pasar nasional dan internasional melalui outlet Ndalem Coklat di Yogyakarta. Sebagian produk petani cokelat ini kami ekspor ke Singapura dan menjadi bahan utama Fossa Chocolate Singapore. Jika kami sudah dikenal dan mendapat penghargaan di tanah air, rekanan kami juga bersyukur ketika Fossa mendapat penghargaan perunggu untuk festival cokelat tingkat dunia.

Kami beruntung bekerja sama dengan ratusan petani cokelat Gunung Kidul di bawah pimpinan Pak Eddy. Suplai bahan terjaga karena kami bisa memotong rantai suplai yang terlalu panjang dari 19 titik menjadi 3 titik. Dengan demikian, kami bisa memberikan harga biji kakao lebih baik kepada petani dan lebih stabil. Kami juga melakukan pendampingan kepada petani agar kualitas biji kakao semakin baik. 

Target terdekat kami adalah meningkatkan kapasitas produksi menjadi 30 kg cokelat per hari. Oleh karena itu, kami memerlukan mesin roasting dengan kapasitas 10kg/batch seharga kurang lebih 80-100 juta rupiah. Peningkatan kapasitas ini membuat jumlah cokelat petani yang diproduksi akan bertambah per harinya dan pendapatan petani cokelat pun bertambah. 

(mesin roasting)

#TemanBaik, ayo kita bantu petani cokelat tingkatkan produksi cokelat Gunung Kidul yang mulai mendapat tempat di dunia percokelatan nasional dan internasional. Klik DONASI di #BenihBaik untuk #berbagikebaikan dengan petani cokelat Gunung Kidul. (MP/ SID)